Minggu, 06 Juli 2014

ppt media pembelajaran ict

permasalahan pendidikan di Indonesia



Permasalahan Pendidikan di Indonesia
tingkat Makro, Messo, dan Mikro

Permasalahan pendidikan adalah permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan. Karena manajemen pendidikan berkait dengan penataan pendidikan, maka berdasar levelnya manajemen pendidikan itu dapat dikategorikan menjadi: (1) manajemen pendidikan makro (level nasional), (2) manajemen pendidikan mikro ( level lokal dan institusional/ lembaga). Dibawah ini akan dibahas tentang tiga hal yang telah disebutkan diatas.
1)      Manajemen Pendidikan Makro (Level Nasional)
Permasalahan pendidikan yang bersifat makro ini meliputi permasalahan yang bersifat menyeluruh di seluruh Indonesia.Pada kenyataanya kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Sesungguhnya diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Hal ini dapat dibuktikan antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagaman, dan khusus.
Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia salih yang berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.
Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan dari seluruh aspek kehidupan.
1.      Permasalahan pendidikan makro
Dibawah ini ada permasalahan di dunia pendidikan dalam lingkup makro, antara lain :

1.      Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
Solusi yang tepat adalah dengan memperbaiki mutu fasilitas yang akan disebarkan kepada sekolah-sekolah yang membutuhkan. Dengan memperbaiki mutu fasilitasnya diharapkan dapat menurunkan angka kerusakan yang ada dalam fasilitas-fasilitas tersebut. Selain itu, dengan adanya fasilitas yang sudah ada, guru dapat memanfaatkan ketersediaannya fasilitas dan menambai sesuai pengetahuan yang dimiliki guru. Guru juga bisa melengkapi kekurangan dari fasilitas itu dengan kemampuan atau media pembelajaran yang sederhana, karena guru disini juga harus dapat aktif dan terampil dalam melengkapi kekurangan yang ada.
2.      Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
Solusinya yaitu kembali lagi pada pemerintah, pemerintah kurang memadai dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi para calon pendidik. Sebenarnya banyak calon pendidik yang memadai baik dalam pengetahuan maupun moral, namun kebanyakan mereka tergolong ekonomi rendah, sehingga untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi kurang mampu. Kebanyakan yang mampu bersekolah itu kalangan yang beruang. Pemerintah juga kurang memperhatikan tentang hal itu, pemerintah hanya butuh uang bukan prestasi. Pemerintah harus lebih selektif dan peka terhadap kemampuan dan ilmu yang dimiliki calon pendidik yang kebanyakan kurang mampu, memberikan bimbingan dan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan para calon pendidik.
3.      Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
Hal tersebut dapat dikurangi dengan pembekalan dengan ketrampilan yang dibutuhkan dalam dunia pekerjaan. Pembekalan tersebut dapat dilakukan dengan mengadakan kursus-kursus yang relevan dngan kebutuhan yang dibutuhkan.

4.      Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, รข€” sampai Rp 1.000.000.Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta.Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Solusinya dengan pemberian bantuan bagi mereka yang keberatan dengan biaya pendidikan itu sendiri. Pemberian tersebut harus merata dan harus tepat sasaran bagi mereka yang benar-benar membutuhkan.
2.      Permasalahan Pendidikan Mikro
a.       Pemeliharaan fasilitas yang ada dalam sekolah
Sekarang ini pemerintah sudah mulai memperhatikan pendidikan di Indonesia, seperti pemberian fasilitas pada sarana dan prasarana sekolah. Baik di sekolah kota maupun yang di desa, sekarang hampir sudah merata walaupun fasilitas yang diberikan belum cukup memadai tapi sudah dibilang cukup untuk memfasilitasi kegiatan pembelajran disekolah. Pemeliharaan fasilitas yang ada dalam sekolah merupakan tanggung jawab dari seluruh warga sekolah, namun pada kenyataannya itu semua belum bisa dilaksanakan dengan baik oleh warga sekolah. Hal ini akan berakibat pada kerusakan fasilitas-fasilitas yang sudah ada. Selain hal itu, pengetahuan tentang cara merawat fasilitas juga kurang memadai oleh warga sekolah, sehingga dapat mempengaruhi fasilitas yang sudah tersedia.
Ketika pemerintah memberikan dana untuk membuat suatu fasilitas disekolah, pemerintah juga seharusnya memberikan penyuluhan mengenai perawatan fasilitas yang sudah diberikan. Menumbuhkan kesadaran kepada warga sekolah untuk memelihara atau menjaga fasilitas yang disediakan oleh sekolah yang diberikan oleh pemerintah. Menanamkan nilai-nilai rasa menyayangi terhadap lingkungan yang ada disekitar, agar lingkungan lebih terjaga.

b.      Kurangnya Pengoptimalan Penggunaan Media dalam Pembelajaran
Pada tahapan pelaksanaan, guru menyadari bahwa mereka banyak mengalami masalah terutama dalam mengelola kelas untuk jumlah siswa yangdan menghadapi siswa yang heterogen. Guru juga mengakui bahwa mereka kurang kreatif sehingga banyak di antara mereka kurang terampil untuk mengatur strategi pembelajaran secara berkelompok, serta merasa tidak memahami berbagai strategi pembelajaran yang inovatif yang bisa digunakan untuk memvariasikan strategi pembelajaran di dalam kelas. Ketika mereka ditanya lebih lanjut sehubungan dengan usaha apa yang telah mereka lakukan dengan kenyataan tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka mengajar secara klasikal, lebih banyak menterjemahkan secara langsung kalau siswa tidak bisa memahami kata-kata yang mereka anggap sulit dan menyuruh siswa untuk mengisi Lembar Kerja Siswa yang dimiliki oleh siswa. Masalah ini juga disebabkan oleh minimnya fasilitas yang berupa alat peraga yang bisa mereka gunakan untuk menunjang pembelajaran di dalam kelas.
Dapat disimpulkan bahwa kurangnya alat peraga yang bisa digunakan di dalam kelas adalah karena minimnya pengetahuan mereka tentang strategi pembelajaran sehingga mereka tidak tahu media apa yang harus mereka gunakan dalam menjelaskan suatu konsep atau saat membaca maupun saat siswa melakukan aktivitaslain. Di samping itu mereka sangat kurang kreatif untuk bisa memanfaatkan barang-barang sekitar mereka sebagai alat bantu mengajar.






Minggu, 25 Mei 2014

pandangan saya tentang storybird

STORYBIRD

          Storybird adalah salah satu website yang bermanfaat dan juga merupakan webset yang edukatif dan bisa digunakan bagi seorang Pengajar, Siswa dan masarakat umum.  dikarenakan storybird merupakan website online yang menyediakan layanan untuk membuat suatu cerita / dapet mengutarakan cerita yang kita buat dan juga dapat membaca cerita dari orang lain yang juga menggunakan website ini. sehingga dalam pelayanan storybird ini kita dapat saling terhubung dan bisa saling sering sesama pengguna storybird ini.

          Webset ini merupkan webset yang bisa digunakan untuk melakukan suatu proses pembelajaran dari guru ke siswa dikarenakan cara penggunaaan dari storybird ini cukup mudah dan simple dan merupakan situs web yang menarik dikarenakan webset ini menyediakan gambar gambar menarik sekaligus lucu sehingga siswa akan merasa tertarik dari apa yang ditulis / di sampaikan oleh website ini.

          adapun juga cara penggunaan situs ini dengan mudah, seperti kita harus mulai membuka laman dari situs web www.storybird.com kemudian kita masuk dengan menge klik link sign in. jika kita belum memiliki akun dalam website ini kita ter lebih dahulu dapat mengeklik link sign up for free. lalu kita dapat mengisi biodata dan e-mail yang kita miliki. setelah berhasil kita pun dapat menggunakan situs webset ini, dan dapat menggunakan apa saja yang tersedia dari website ini.

adapun kelebihan dan kekurangan situs website ini menurut saya. seperti

      kelebihan:
1. website ini dapat digunakan dari kalangan apapun
2. tampilan dari website ini cukup menarik
3. website ini bisa dijadikan layanan untuk mebuat cerita dan mebaca cerita
4. pengguaan website storybird ini juga bisa dijadikan alat yang bisa digunakan oleh guru ketika melakukan pengajaran
5. DLL

     kekurangan:
1. selama menggunakan website ini saya masih bingung untuk memasukan gambar dai luar untuk dijadikan cover untuk cerita saya.
2. saya juga sulit menemukan penerjemah dalam website ini. sehingga bahasa yang ditampilkan dari awal saya membuka hingga saya menggunakan adalah bahasa inggris. dikarenakan klosakata bahasa inggris saya payah, jadi saya masih agak bingngung dalam penggunaan dalam website ini. hehe






Selasa, 20 Mei 2014

laporan pertunjukan seni karawitan, ISI Surakarta



LAPORAN PERTUNJUKAN
KARYA SENI KARAWITAN TRADISIONAL DAN KARYA SENI
KARAWITAN MODREN DI INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA

Laporan Ini Disusun Guna Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Karya Seni Karawitan.
Pengampu: Bapak Waluyo




  

Disusun Oleh:
Kukuh Prasetya Arief Wicaksana ( A510120100 )

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014




Seni di Indonesia begitu banyak salah sataunya adalah seni karawitan, seni karawitan tidak hanya berasal dari pulau Jawa saja akan tetapi juga berasal dari wilayah Indonesia lainnya seperti di Sumbawa, di Dayak (Kalimantan), di Flores dan daerah lainnya di Indonesia. Karawitan sendiri berasal dari kata rawit yang berarti  halus, indah dan rumit. Jadi karawitan adalah hasil ciptaan manusia yang mengeskpreaasikan seni bunyi lewat alat-alat musik sehingga terbentuklah bunyi-bunyian yang indah dan halus.
Daya pikat yang dimiliki oleh karawitan terletak pada keragaman bunyi yang dikeluarkan, hal tersebut dikarenakan alat musik yang dipakai dalam seni karawitan ini tidak hanya satu atau dua alat musik, tetapi banyak alat musik yang digunakan. Alat musik yang digunakan dalam seni karawitan ini disebut dengan gamelan, gamelan tersebut terdiri dari kendang, gong, kenong, rebab, bonang, siter dan lain-lain. Dari berbagi alat tersebut penggunaanya berbeda ada yang dipukul, dipetik, digesek dan lain sebagainya.
Seni karawita merupakan jurusan seni yang berada di sekolah atau instintut seni yang ada di Indonesia. Salah satunya di ISI Surakarta (Instintut Seni Indonesia). Jurusan ini mempelajari tentang bagaimana cara memainkan alat music tradisional. Selama pendidikannya mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikannya harus melakukan ujian Tugas Akhir. Mahasiswa Institut Seni Indonesia ini dituntut untuk menciptakan sebuah karya seni yang komposisinya mereka sendiri yang membuatnya. Hal ini sangat bermanfaat bagi mengembangkan kekreatifan dari para mahasiswa untuk menciptakan sesuatu yang berbeda, yang dapat menarik perhatian penonton mupun menarik perhatian dari para dosen penguji. Pertunjukan tersebut diadakan di sebuah gedug pertunjukan yang ada di ISI, gedung pertunjukan yang dipakai ini belum semua institut memilikinya. Alat-alat atau fasilitas yang ada di gedung pertunjukan ini sudah cukup memadai mulai dari tata pencahayaannya, tata ruang dalam panggung, tempat duduk bagi para penonton, dan sebagainya. Karena fasilitas yang sudah cukup memadai tersebut, membuat para penonton merasa seperti melihat pertunjukan yang berkelas nasional.
Dalam pertunjukan karawitan tersebut penampilannya ada dua sesion, sesi yang pertama yaitu pertunjukan yang dibawakan bagi mereka yang mengambil pertunjukan karawitan tradisional. Pertunjukan yang pertama  dilaksanakan pada tanggal 3-4 April 2014, pada tanggal ini diadakan pertunjukan seni karawitan versi tradisional. Dalam pertunjukannya disini ada yang disebut dengan penyaji, penyaji disini adalah seseorang yang memimpin jalannya sebuah permainan gamelan atau jalannya sebuah gending yang akan dinyanyikan.
Penyaji tersebut merupakan mahasiswa yang sedang menjalani ujian, dengan dibantu dengan personil dari sebuah sanggar maka pertunjukannya pun berjalan sesuai dengan  yang diharapkan. Alat yang digunakan dalam karawitan tradisional ini adalah seperangkat gamelan ageng. Gamelan ageng disini contohnya yaitu kenong, kempul, bonang, gong, rebab, gender, saron, kendang, dan lain-lain.
Sedangkan dalam pertunjukan pada 16 April 2014 menampilkan beberapa mahasiswa dengan karyanya yang luar biasa, karya yang paling saya sukai diantaranya “Lewat Belakang” karya dari Udin Tri Cahyo, “Kasmaran” karya dari Toni Prabowo, “Randha” karya dari Kukuh dan “Trenyuh” karya dari Jasno.
Udin Tri Cahyo dengan karyanya yang berjudul lewat belakang. Inti cerita dari dari karya ini adalah terjadinya fenomena kesenjangan diantara masyarakat yang sangat mencolok, dimana orang yang tidak punya menjadi budak sedangkan orang yang kaya menjadi penjajah bagi orang yang tidak mampu. Dalam penampilannya dimainkan oleh enam orang pemain dengan menggunakan cotum ala penjabat dan orang pinggiran atau pakaian seorang petani. Karya ini sangat memikat dan memukau para penonton karena cerita yang disampaikan lewat karya ini sangat mendalam. Karya ini sangat-sangat menggambarkan kehidupan masyarakat di Indonesia sehingga saat melihat pertunjukan ini hati terasa teriris-iris. Dalam penyampaiannya lewat lagu dan adegan yang mencekam. Makna dari menggiling drum diiringi dengan orang yang menbawa api adalahmembasmi dan memengalpara koruptor.
Karya selanjutnya adalah karya dari Toni Prabowo yang berjudul “Kasmaran”, dari judul ini menjelaskan bahwa ada seseorang yang sedang dilanda rasa sayang terhadap teman lawan jenisnya. Meskipun orang yang disukai tersebut telah menyakitinya berulangkali tetapi orang tersebut tetap tulus mencintainya dengan sepenuh hati. Walaupun juga yang disukai sudah mempunyai tambatan tetapi tetap mencintai dalam diamnya, memendamnya dalam-dalam. mendoakan yang disukai agar selalu diberi kebahagiaan dengan wanita pilihannya, karena cinta memiliki. Dalam penyajian karya ini menggunakan berbagi alat musik, baik alat musik tradisional maupun alat musik modren. Alat musik tradisional yang digunakan antara lain seperti gong, kenong, kempul, suling, saron, alat musik modren yang dignakan dalam penyajian ini yatu biola dan jimbe. Dengan suara biola yang mendayu-dayu dapat membuat para penonton ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang sedang kasmaran. Apalagi yang sedang dirundung perasaan suka pada lawan jenisnya maka akan lebih terhanyut pada suasana yang diciptakan oleh para penyaji.
karya dari Kukuh yang berjudul ”Randha”, karya ini mengisahkan tentang kehidupan seorang randha dalam kehidupan masyarakat. Dimainkan oleg enam pemain diantarabya lima laki-laki dan satu perempuan. Dalam penyajiannya karya ini menggunakan berbagai alat musik seperti kendang, seruling, kecapi, saron, gambang, kenong, rebab, dan ada satu alat di dalam kehidupan sehari-hari yang digunakan yaitu tong. Dalam pertunjukan disampaikan dua lagu yang mengisahkan kehidupan seorang randha. Lagu pertama mengisahkan hidup seorang randha yang harus berjuang untuk menghidupi anak-anaknya, sedangkan lagu yang kedua mengisahkan derita hidup seorang randha yang dipandang sebelah mata oleh para lelaki. Karya ini sangat bagus karena dapat member penjelasan atau penegasan bahwa seorang randha itu tidak boleh dipandang sebelah mata saja.
Untuk karya yang terakhir berjudul “Trenyuh”, dari judulnya saja sudah dapat dilihat bahwa karya ini menggambarkan bahwa ada seseorang yang merasa simpati terhadap sesuatu yang menyedihkan atau membuat orang lain terharu. Tidak hanya alat musik tradisional saja yang digunakan dalam penyajian karya tersebut, tetapi juga menggunakan kendi(tempat air minum yang berasal dari tanah liat), dan juga menggunakan bambu yang telah diisi oleh air. Pembukaan dari karya ini diawali dengan rebab. Suara dari rebab yang mendayu-dayu tersebut bisa menghipnotis para penonton, sehingga penonton seakan-akan bisa merasakan dan melihat seolah ada kejadian di depan mata mereka yang membuat mereka merasa terharu, sedih, serta merasa seperti mengalami hal tersebut. Dalam penampilanya dimainkan oleh lima orang pemain, yang menggunakan latar panggung yang klasik, dimana penataannya sangat bagus sesuai dengan cerita yang disampaikan lewat lagunnya.